Twit

Ged a Widget

Donderdag 14 Maart 2013




Oleh Prof. Dr. H. Soedijarto, MA

I. Buku K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie Tentang Pedoman Pendidikan Modern sebagai Fenomena Sejarah Pendidikan Indonesia

Adanya buku yang ditulis 78 tahun yang lalu dan mengupas semua elemen dari pendidikan seperti kedudukan pendidikan, tujuan pendidikan, metode pendidikan, pembagian pendidikan, jenis-jenis pendidikan (pendidikan tubuh dan rohani, pendidikan budi pekerti), pendidikan rumah tangga, pendidikan sekolah, hubungan antara rumah tangga dengan sekolah, kewajiban orang tua terhadap anaknya yang menjadi murid sekolah, cara mendidik, pendidikan sosial, pendidikan kepanduan, dan pendidikan pemuda, merupakan fenomena sejarah yang luar biasa. Karena pada saat itu, para tokoh pergerakan seperti Soekarno dan Mohammad Hatta sedang berada di pembuangan, dan rakyat pribumi yang menikmati pendidikan modern seperti HIS seperti yang diiikuti K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie sangatlah terbatas, tidak lebih dari lima puluhan ribu murid di seluruh Nusantara. Karena itu yang menjadi pertanyaan adalah “Mengapa karya tentang pendidikan yang isinya komprehensif itu tidak dapat menjadi sumber inspirasi bagi pergerakan pendidikan nasional kita?” Namun dampaknya pada lahirnya Pondok Pesantren Modern Gontor merupakan bukti betapa makna pemikiran K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie. Pertanyaan berikutnya adalah “Mungkinkah K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie menulis buku itu yang merujuk kepada tokoh-tokoh pemikir pendidikan barat seerti Plato, J. J. Rousseau, dan John Dewey, kalau beliau tidak mengalami pendidikan barat yaitu HIS (Hollands Inslansche School-Sekolah Belanda untuk Pribumi)?” Pertanyaan ini saya singgung untuk memahami betapa pendidikan berpengaruh kepada pemikiran seseorang. Pertanyaan ini dapat dilanjutkan “Dapatkah lahir Soekarno, Hatta, Sjahrir, Agus Salim, Natsir, dan lainnya kalau mereka tidak mengalami pendidikan modern (barat)?” Saya sengaja tidak menganalisis buku K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie secara akademik melainkan karya seorang pejuang pemikir. Karena itu apresiasi saya kepada buku tersebut dari segi akademik melainkan sebagai sebuah karya yang merupakan fenomena sejarah yang dapat mengilhami generasi penerus, dan sumbangnya pada perjuangan bangsa. Selanjutnya izinkanlah saya menyampaikan pandangan saya terkait dengan pendidikan nasional yang dihadapi sekarang ini, seperti diulas oleh Bapak Drs. H. Husnan Bey Fananie dalam butir berikut.
II. Hakekat, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Para pendiri republik sadar akan ketertinggalan Indonesia diukur dari tingkat peradaban modern dipertengahan abad ke-21 menetapkan “Mencerdaskan kehidupan bangsa” melalui diselenggarakannya “Satu sistem pengajaran nasional sebagai misi utama penyelenggaraan pemerintahan negara.” Karena itu UU No. 20 tahun 2003 menetapkan hakekat, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional. Kutipan berikut menunjukkan bagaimana hakekat, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional.
1. Hakekat pendidikan dirumuskan sebagai berikut:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

2. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dari kutipan-kutipan di atas jelaslah bahwa sesungguhnya pendidikan nasional dirancang untuk melahirkan manusia Indonesia yang utuh, yang memiliki kemampuan dan membentuk watak. Untuk itu perlu menghayati proses pembelajaran untuk dapat memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan. Masalah yang dihadapi adalah, bagaimana ketentuan dasar, baik hakekat, fungsi, dan tujuan pendidikan yang demikian ideal, dalam praktek terjadi pendidikan yang kondisinya seperti yang dikritik oleh K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie. Sesungguhnya UU No. 20 Tahun 2003 sudah mengarahkan agar satuan pendidikan menjadi pusat pembudayaan untuk itu bagian berikut mencoba mengulasnya.

III. Satuan Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan

Pasal 31 UUD 1945 sebelum diamandemen menetapkan “Pemerintah mengusahakan dan meyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional”. Nampaknya para pendiri bangsa sadar bahwa untuk dapat menunjang proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang menurut saya hakekatnya adalah proses transformasi budaya dari tradisional ke modern dan dari feodalistik ke demokrasi. Dan sejalan dengan itu UU No.20 Tahun 2003 yang menetapkan satuan pendidikan (sekolah) sebagai pusat pembudayaan yaitu suatu proses membudayakan kemampuan, nilai, dan sikap dimana dalam kaitan ini kedudukan keluarga dan masyarakat? K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie dalam bukunya secara jelas mendudukan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan anak, bahkan peranan orang tua dalam hubungan “murid”. Pertanyaannya mengapa UU No. 20 Tahun 2003 meletakkan “sekolah sebagai pusat pembudayaan?” Untuk menjawab pertanyaan kita perlu merujuk peran sekolah dalam peradaban dunia. Sejak industrialisasi terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan keluarga pun berubah, orang tua (bapak-ibu) di era pasca industrialisasi, seperti kehidupan masyarakat Indonesia sekarang, meninggalkan rumah sejak pagi sampai sore untuk bekerja. Untuk itu anak perlu berada di lembaga pendidikan sekolah. Di samping itu kondisi kehidupan terus berubah, untuk itu generasi muda perlu disiapkan memasuki masyarakat baru baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Suatu kondisi yang memerlukan kemampuan sikap dan nilai yang baru. Untuk itulah sebabnya sekolah harus mampu menjadi pusat pembudayaan agar hakekat, fungsi, dan tujuan pendidikan yang digariskan dapat terwujud.

IV. Sistem kurikulum dan Guru Profesional yang Relevan dengan Tuntutan yang Bermutu yang Mampu Mewujudkan Fungsi Pendidikan Nasional dan Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional

Agar pendidikan (sekolah) dapat bermakna sebagai pusat pembudayaan kemampuan, nilai, dan sikap sebagai yang termuat dalam tujuan pendidikan nasional, perlu dirancang, dikembangkan, dan dikelola sistem kurikulum yang meliputi isi kurikulum, model pembelajaran, dan program evaluasi yang relevan baik secara epistemologi, psikologi, sosial, dan moral.

Tentang isi, sesuai dengan pandangan Philip Phenix perlu memenuhi syarat:

a. Dipilih dari disiplin ilmu pengetahua
b. Dipilih dari konsep-konsep utama suatu disiplin yang mewakili hakekat disiplin tersebut
c. Mengutamakan method inquiry
d. Dapat mendorong peserta didik berpikir imajinatif

Dengan bahan pelajaran yang terpilih tersebut akan memungkinkan proses pembelajaran yang kualitasnya seperti digariskan dalam pasal 1 ayat (1) seperti yang dikutip pada bagian II.

Agar dapat terwujud proeses pembelajaran yang dapat mendorong peserta ddidik aktif mengembangkan potensi dirinya perlu dikembangkan model pembelajaran yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO yang terkesan dengan nama empat Pilar Belajar: Learning to Know, Learning to Do, Learning to Live Together, and Learning to Be.

Model pembelajaran yang menetapkan empat pilar belajar tersebut akan bermakna sebagai proses pembudayaan bila didukung dengan program evaluasi yang komprehensif, terus-menerus, dan obyektif.

Model pembelajaran yang bermakna pembudayaan hanya mungkin terwujud bila dilaksanakan oleh guru yang profesional, yaitu guru yang mampu merencanakan, mengembangkan, mengelola, dan mengevaluasinya secara relevan.

Dan kesemuanya itu hanya akan terwujud bila didukung oleh sumber daya pendidikan, yaitu perpustakaan, laboratorium, lapangan olahraga, dan tempat ibadah.

V. Buku Pedoman Modern Karya K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie sebagai Sumber Inspirasi

Dari ulasan dari bagian II sampai III sesungguhnya UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memuat ketentuan tentang hakekat pendidkan, fungsi pendidikan nasional, dan prinsip yang bila dilaksanakan secara konsisten akan memungkinkan terlaksananya fungsi dan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Kenyataan yang kita hadapi tidaklah demikian, membaca tulisan K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie yang 78 tahun lalu sudah memikirkan bagaimana harusnya pendidikan dilaksanakan, hendaknya menginspirasi bagaimana generasi penerus memecahkan masalah pendidikan nasional yang tantangan dan landasan hukumnya jelas.

Terinspirasi tidak sama dengan mengambil apa adanya dari buku tersebut. Dalam bahasa Bung karno “Jangan tangkap abunya tetapi tangkap apinya, yaitu spiritnya” kalau 78 tahun yang lalu K. H. R. Zaenuddin Bey Fananie telah berkenalan dengan Plato, J. J. Rousseau, dan John Dewey. Bagaimana dengan generasi penerusnya? Sudahkah membaca teori pendidikan klasik, modern, sampai mutakhir. Karena itu marilah kita meneladani yang pada zamannya memikirkan pendidikan modern bahkan mewujudkan Pesantren Modern Gontor.



300 × 250 - harrys.student.umm.ac.id
400 × 299 - buset-online.com
400 × 312 - buset-online.com

Pendidikan Modern di Indonesia dalam Pembentukan Karakter Masyarakat yang Adiluhung

OPINI | 30 April 2011 | 13:24 Dibaca: 1398   Komentar: 4   Nihil Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran memiliki keragaman sesuai dengan ragam komunitas manusia. Untuk itu pendidikan hanya ditemukan unsur universalnya. Keragaman pendidikan tersebut disebabkan perbedaan memberikan arti atau makna daripada pendidikan itu sendiri sebagai gejala sosial. Pendidikan merupakan sebuah investasi mahal yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik yang dapat memberikan lebih kepada negara dibandingkan meminta kepada negara. Sebelum meninjau lebih jauh tentang perdedaan corak di setiap negara alangkah baiknya kita tinjau landasan atau dasar pijakan pendidikan di beberapa negara yang menjadi batu pijakan kuat bagi perkembangan pendidikan di negaranya masing-masing.
Pendidikan pada awal peradaban terletak pada bagaimana mempertahankan kehidupan dan mengelola alam bagi kehidupannya. Seiring berkembangnya peradaban dengan ditandai berkembangnya kelas sosial dan kasta berkembang pula hubungan dan organisasi sosial ekonomi kemasyarakatannya. Hubungan kemasyarakatan semakin kompleks dan berkembang dan timbul kelas dan kasta dalam masyarakat. Kelas dan kasta memainkan peranan penting dalam hubungan social dalam masyarakatnya. Ada tiga kelompok besar kasta dan kelas dalam masyarakat: 1) pendeta atau tokoh agama yang berfungsi menyiapkan ritual keagamaan yang membentengi Negara dari musuh baik musuh yang kelihatan maupun tidak kelihatan, 2) tentara yang berfungsi mempertahankan Negara dari musuh yang kelihatan dan menegakkan hukum dan peraturan, 3) orang biasa yang berfungsi bekerja menghasilkan baju, makanan, rumah, dan mencari kebutuhan hidup lainnya.
Peradaban kuno yang sering disebut peradaban ras oriental ini yang akan diambil adalah peradaban dari bangsa Turanian (Cina dan Mongolia), dan Hemitik (khususnya Mesir). Konsepsi oriental bagi pendidikan adalah mempersiapkan generasi muda mempersiapkan fisik dan mental untuk dapat mempertahankan dan memperoleh kebutuhan hidupnya. Pendidikan di Cina dilatarbelakangi oleh agama Konghucu. Tujuan pendidikan di Cina berpahamkan pada pengajaran konfusius. Pengajaran Konfusius menekankan pada hidup mulia. Pengikut Konfusius dalam mendidik dan mengajar menekankan pada lima hubungan mendasar, yaitu antara: 1) penguasa dan rakyat, 2) orang tua dan anak, 3) suami dan isteri, 4) saudara, 5) teman. Pendidikan di Cina yang disarankan oleh Konfusius adalah di rumah tangga dan keluarga. Pendidikan di Cina ditekankan pada tipe pelatihan dan pendidikan moral yakni pengajaran yang khusus melatih pada adat istiadat, tugas, dan adab kesopanan. Isi pengajaran di Cina berpahamkan pada Konfusius. Sedangkan pendidikan di Mesir bertujuan pada pengabdian pada dewa dan juga ditekankan pada perdagangan dan perindustrian. Sekolah militer bagi anak keturunan bangsawan dan juga dari keluarga tidak mampu. Isi pendidikan di Mesir adalah klasik dan kejuruan yang diperuntukan untuk perdagangan dan perindustrian. Sastra mengajarkan kebajikan. Peradaban Mesir tidak luput dari peran keahlian dan pengetahuan masyarakatnya. Pengajaran di Mesir bersifat tidak formal hanya sebatas bagaimana mereka dapat menjadi tukang perahu, pedagang, pengusaha, dan penggembala. Pendidikan yang terpenting dari orangtuanya yang mengajarkan agama/keyakinan dan moral. Pendidikan formal baru dapat diperoleh saat anak berusia 3 tahun yang biasanya diajarkan oleh pendeta. Sekolah untuk membaca dan menulis saat anak berusia 5 tahun. Pendidikan sekolah tingkat atas saat anak berusia 17 tahun. Sekolah militer saat ada instruksi perang. Semua pengaturan atau pengorganisasian sekolah dikendalikan oleh pendeta.
Landasan Pendidikan di Indonesia yang dijelaskan secara panjang lebar oleh Syamsul Berau yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang - Undang Dasar 1945 adalah merupakan hokum tertinggi di Indonesia.Pasal - pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang - Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap - tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang - Undang Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur dengan Undang - Undang.b. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal - pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama - tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Pendidik tertera dalam pasal 27 ayat 6, yang mengatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.” Landasan Filsafat. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar - akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :1. Esensialis2. Parenialis3. Progresivis4. Rekonstruksionis5. Eksistensialis. Filsafat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad - abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika.Filsafat pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik dengan Great Booknya, maka kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas Aquino.Demikianlah Filsafat Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan Progresivis ini adalah John Dewey.Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki (Callahan, 1983). Mereka bercita - cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total.Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri. Landasan Sejarah. Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang dapat didasari oleh konsep - konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia.Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki  Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :
  1. Perubahan cara berfikir

  2. Kemasyarakatan

  3. Aktivitas

  4. Kreativitas

  5. Optimisme
Landasan Sosial BudayaSosial mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan.Sama halnya dengan social, aspek budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada pendidikan yang tidak dimasuki unsure budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Sosiologi dan PendidikanSosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh factor-faktor berikut :1. Imitasi2. Sugesti3. Identifikasi4. Simpati Kebudayaan dan PendidikanKebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, huku, moral, adapt, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989) Hassan (1983) misalnya mengatakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adapt, dan tradisi, dan (3) mores, sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut :1. Gagasan2. Ideologi3. Norma4. Teknologi5. BendaAgar menjadi lengkap, perlu ditambah beberapa komponen lagi yaitu :1. Kesenian2. Ilmu3. KepandaianKebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan Indonesia2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur dan sebagainya3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu. 5.  Landasan PsikologiPsikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.a.   Psikologi Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988)1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual. Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988)1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 - 4 tahun sebagai masa kehidupan binatang.2. Masa anak ialah umur 4 - 8 tahun merupakan masa sebagai manusia pemburu3. Masa muda ialah umur 8 - 12 tahun sebagai manusia belum berbudaya4. Masa adolesen ialah umur 12 - dewasa merupakan manusi berbudaya b.   Psikologi BelajarBelajar adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut :1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara berturut-turut.2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat.3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu.4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam mengajar7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar 8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran. Dari paparan beliau dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonsia bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik yang dapat memberikan sumbangsih terhadap negara yang memiliki karakter utuh berjiwa nasionalis dan pancasilais yang merupakan salah satu tujuan pendidikan di Indonesia.
Walaupun tulisan ini tidak ditulis secara skematik dan berurutan, tulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah diskusi yang tidak terputus mengenai sebuah bentuk pendidikan modern yang dapat membentuk karakter masyarakat Indonesia yang adiluhung ( masyarakat yang lebih cinta pada negara daripada cinta pada diri sendiri)
Semoga…..
Pada saat reformasi digulirkan, masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya, termasuk sektor pendidikan. Sebab, sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya mewujudkan perubahan tersebut. Tetapi, kata Tilaar, pendidikan di Indonesia selama ini diatur dengan sistem pendidikan nasional yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa. Akibatnya, menghasilkan manusia-manusia Indonesia tertekan, tidak kritis, bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi kepada kepentingan kelompok kecil rakyat Indonesia.

Kebijakan pendidikan kita, berpikir dalam acuan keseragaman. Dapat dikatakan bahwa selama ini kebijakan pendidikan semuanya terpusat. Kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga pendidikan ditentukan dari pusat, sarana dan prasarana pendidikan diberikan dari pusat, dana pendidikan ditentukan dari pusat, semuanya diseragamkan dari pusat. Maka yang terjadi adalah masyarakat jadi pasif tidak tahu dan tidak dapat berkecimpung di dalam kehidupan pendidikan anak-anak mereka.

Padahal, masyarakat memiliki harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan di Indonesia, walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan dan tanggungjawab. Hal yang sangat ironis lagi, adalah menempatkan pendidikan sebagai kerja “non akademik”, pendidikan diselenggarakan dengan “otorita” kekuasaan “administratif-birokratis”, belum menempatkan pendidikan sebagai kerja “akademik” dan penyelenggaraan pendidikan dibawah “otorita keilmuan”.

Pendidikan nasional juga diselenggarakan secara diskriminasi, jauh dari apa yang diidealkan, yaitu setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar dan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan.


1.       Identitas Pembuat Blok
v  Nama Lengkap : deni bijak saputra
v  Tempat Lahir   : kulim jaya, pekan baru, riau
v  Tanggal Lahir   : 15 mai 1995
v  Umur               : 17
v  Kelas               : XII multimedia
v  Jurusan            : multimedia
v  Sekolah            : kolese tiara bangsa
v  Alamat e-mail   : denibee@ymail.com
v  Alamat  rumah  : kmp. durian blog C NO.27 bengkong, BATAM
v  Motto Hidup    : tidak ada yang lebih baik dari kebahagiaan
v  Foto                :